Latar Belakang Munculnya Kutukan dalam Cerita Rakyat di Jawa

##plugins.themes.academic_pro.article.main##

Pardi Suratno
Yusro Edi Nugroho

Abstract

Literary works, including folklore, reflect the thoughts of the people who support them. Stories containing curses are also expressions of the supporting community. This study attempts to reveal the background of the emergence of curses in several folklore in Java. Second, it reveals the dominance of the background for the emergence of the curse in Java. Third, to describe the dominance of the emergence of curses in folklore in West Java, Central Java, East Java and Yogyakarta. This study departs from the background problem of what underlies the emergence of curses in Javanese folklore. The method used is a qualitative description method with careful and thorough reading and recording. The result of this study is a description of the background of the emergence of curses in folklore, related to family, moral, social, and political problems. The conclusion that can be formulated is that the presence of curses in Javanese folklore is motivated by family, social, moral or ethical, and political issues.

##plugins.themes.academic_pro.article.details##

How to Cite
Suratno, P., & Nugroho, Y. E. (2022). Latar Belakang Munculnya Kutukan dalam Cerita Rakyat di Jawa. KABASTRA: Kajian Bahasa Dan Sastra, 2(1). https://doi.org/10.31002/kabastra.v2i2.155

References

  1. Ardika. I W. (2018). Relasi kuasa dan pendisiplinan pada masyarakat bali kuno abad IX—XIV. Jurnal Arkeologi, Volume 38. Nomor, Mei 2018.
  2. Irmawati dan Wahyu, G. (2021). Subalternitas tokoh anak raja dan maharani: antara kutukan dan senjata. Jurnal Adabiyat: Bahasa dan Sastra. Volume 5, Nomor 2. Desember 2021.hlm, 133—156.
  3. Juliastuty, D. (2018). “Kutukan menjadi batu pada lima legenda di indonesia.” Jurnal Tuah Talino: Jurnal ILmiah Bahasa dan Sastra. Volume 12. Nomor 1 Juli 2018.
  4. Mastuti, D.W.R. (2005). Kutukan dan berkah dalam cerita jawa kuna: sebuah repleksi sikap arogan para pemilik kekuasaan. Wacana. Nomor 2 Oktober 2005.
  5. Proyek Penerbitan dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1981. Cerita rakyat daerah istimewa yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  6. Prasegi, Y. (2019). Refresentasi cerita kutukan brahmana keling pada topeng kriya logam. Jurusan Seni Kriya, Fakultas Seni. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
  7. Rahimsyah. (2003). Cerita rakyat jawa timur dan provinsi sekitarnya. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
  8. Sosorohardjo, A. (1980). Bandung bondowoso. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.
  9. Sudiati dan Taum, Y.Y. (2011). Studi sastra lisan: sejarah, teori, metode dan pendekatan disertai contoh penerapannya. Yogyakarta: Lamalera. V. 2000. Ulasan cerita rakyat jawa barat. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
  10. Suratno. P. (2009). The magic of mahabharata & ramayana. Yogayakarta: Penerbit Pararaton.
  11. Sibarani, R. dan Taum, Y.Y. (2011). Studi sastra lisan: sejarah, teori, metode dan pendekatan disertai contoh penerapannya. Yogyakarta: Lamalera. 2013. Folklor sebagai media dan sumber pendidikan: sebuah ancangan kurikulum dalam pembentukan karakter siswa berbasis nilai budaya batak toba. Folklor nusantara hakikat, bentuk, dan fungsi. (Editor: Suwardi Endraswara). Yogyakarta: Ombak
  12. Taum, Y.Y. (2011). Studi sastra lisan: sejarah, teori, metode dan pendekatan disertai contoh penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.
  13. Tim Penyusun Kamus. (2015). Kamus besar bahasa indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  14. Teuuw. A. (1983). Membaca dan menilai sastra. Jakarta: Penerbit Gramedia.
  15. Teeuw, A. (1982). Khazanah sastra indonesia: beberapa masalah dan penyebarluasannya. Jakarta: Balai Pustaka.
  16. Wulandari, Y. (2016). Batu, kutukan dan penyesalan: pendidikan karakter bagi anak dalam cerita rakyat indonesia. Makalah Seminar Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. 28 Mei 2016.
  17. Wahyuni, T, dkk. (2017). Cerita rakyat jawa tengah: kabupaten blora. Semarang: Balai Bahasa Jawa Tengah.