Politik Hukum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
DOI:
https://doi.org/10.31002/lh.v8i1.1423Keywords:
Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Politik Hukum, Undang-UndangAbstract
Dinamika dan kontroversi yang tak berkesudahan terjadi dalam proses pembentukan UU TPKS antara kelompok pendukung dan penolak menjadikan UU TPKS mendapat perhatian publik. Terdapat tarik ulur kepentingan antara kelompok pendukung dan kelompok penolak dalam penyusunan UU TPKS, masing-masing pihak dengan dua pemikiran yang bertolak belakang menghendaki gagasannya diterima dan dimuat dalam UU TPKS dalam proses penyusunannya. Kelompok pendukung berpandangan bahwa UU TPKS merupakan suatu kebutuhan hukum yang bersifat mendesak untuk menangani tindak pidana kekerasan seksual yang jumlahnya semakin meningkat di Indonesia. Kelompok penolak berpandangan bahwa UU TPKS bersifat liberal karena mengandung nilai-nilai liberalisme seksual yang bertentangan dengan Pancasila, norma agama, dan kesusilaan. Kelompok penolak menghendaki agar pengaturan mengenai seks bebas dan penyimpangan seksual turut dimuat dalam. Kontroversi penyusunan UU TPKS tersebut dapat dikaji guna menemukan politik hukum dalam pembentukan undang-undang tersebut. Dari hasil penelitian, UU TPKS merupakan suatu produk hukum yang bersifat responsif dalam menjawab kebutuhan hukum masyarakat. Adapun gagasan tentang pembentukan produk hukum yang mengatur tentang seks bebas dan penyimpangan seksual dapat dimungkinkan dimuat dalam undang-undang yang berbeda, mengingat seks bebas dan penyimpangan seksual tidak selalu mengandung unsur kekerasan seksual, sehingga tidak tepat apabila turut dimuat dalam UU TPKS.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Literasi Hukum
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.